Powered By Blogger

Senin, 29 April 2013

Kelarutan Instrinsik Obat


KELARUTAN INSTRINSIK OBAT
A. TUJUAN
Memperkenalkan konsep dan proses opendukung sistem kelarutan obat dan menemukan para meter kelarutan zat.
B. LANDASAN TEORI
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersinmolekuler homogen. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fiska dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor teempertur, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain. Kelarutan zat juga bergantung pada gambaran struktur seperti perbandingan gugus polar terhadap gugus nonpolar dari molekul. Apabila panjang rantai nonpolar dari alkohol alifatik bertambah, kelarutan seyawa tersebut dalam air akan berkurang. Rantai lurus alkohol monohidroksi, aldehida, keton, dan asam yang mengandung lebih dari 4 atau 5 karbon, tidak dapat memasuki struktur ikatan hidrogen dari air dan oleh karena itu hanya larut sedikit. Apabila ada gugus polar tambahan dalam molekul, seperti pada propilena glikol, gliserin, dan asam tartrat, kelarutan dalam air naik banyak (Martin,1990).     
   Masalah yang hampir selalu dihadapi dalam merancang dan mengembangkan sediaan adalah masalah kelarutan obat. Teori tentang kelarutan merupakan konversi dari suatu keadaan menuju keadaan lain, dan melibatkan fenomena kesetimbangan.Dalam bermacam sistem farmasi, aplikasi dari model ini digunakan untuk memperkirakan kelarutan dan menyederhanakann pengembangan formulasi, sesuatu yagn tidak selalu mudah apalagi untuk sediaan parenteral (Agoes).
Menurut Farmakope Indonesia IV, kelarutan terutama dimaksudkan terutama sebagai informasi dalam penggunaan, pengolahan dan peracikan suatu bahan, kecuali apabila disebutkan khusus dalam judul tersendiri dan disertai cara ujinya secara kuantitatif (Anonim,1990).
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat (Sukmawati, 2005).
Obat-obat yang kelarutannya sangat kecil sering banyak menimbulkan masalah pada proses absorpsinya setelah obat diberikan, karena obat dapat diabsorpsi oleh tubuh bila sudah dalam bentuk terdistribusi secara molekular di tempat proses absorpsi berlangsung. Upaya mengatasinya antara lain dapat dilakukan melalui peningkatan kecepatan disolusinya. Sangat rendahnya fraksi obat yang terabsorpsi tersebut merupakan akibat dari kelarutannya yang sangat kecil. Ada tiga parameter yang sering digunakan untuk mengevaluasi ketersediaan hayati obat, yaitu: AUC, tmaks dan Cp maks. Ketiga parameter ini dapat memberikan gambaran mengenai jumlah dan kecepatan obat yang terabsorpsi ke sirkulasi sistemik (Tianti, 2005).
Pengaruh temperatur dan kelembaban udara terhadap kelarutan yaitu semakin tinggi suhu maka harga konstanta laju kelarutan juga meningkat. Hal yang sama juga terjadi pada variasi RH, semkin tinggi Variasi RH maka harga konstanta laju kelarutan juga meningkat (Ansar, 2006).
C. ALAT DAN BAHAN
1.      Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini, yaitu :
·         Buret 25 ml    
·         Statif & klem
·         Erlenmeyer 250 ml
·         Tabung reaksi
·         Corong
·         Pipet ukur 10 ml
·         Timbangan
·         Filler
·         Pipet tetes
·         Spatula
2.      Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu:
§  Air
§  Gliserol
§  Alkohol
§  NaOH
§  Indikator pp

D. Prosedur Kerja


 
-          Dimasukkan dalam tabung reaksi
-          Ditambahkan Asam Salisilat 1 gr
-          Dikocok selama 30 menit
-          Disaring
                                                     
    Asam salisilat yang larut
-          dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N dan indicator fenolfalein
-     di ulangi untuk tabung 2 sampai
      tabung 7
konsentrasi asam salisilat tabung 1 =  0,18 M
konsentrasi asam salisilat tabung 2 =  0,12 M
konsentrasi asam salisilat tabung 3 =  0,1 M
konsentrasi asam salisilat tabung 4 =  0,06 M
konsentrasi asam salisilat tabung 5 =  0,05 M
konsentrasi asam salisilat tabung 6 =  0,13M
konsentrasi asam salisilat tabung 7 =  0,12 M


E. Hasil Pengamatan
Percobaan
Volume Pelarut
Volume NaOH
Air
Alkohol
Gliserol
1
6
0
4
20 ml
2
6
1
3
13 ml
3
6
2,5
2,5
8 ml
4
6
2
2
7 ml

v Perhitungan
1.      Konstanta Dielektrik
a)      Air (percobaan I)
Diket. ε air = 80,4
           Vair = 6 ml
           ε air dalam campuran = 80,4 ×  
                                               = 48, 24
b)      Alkohol (percobaan I)
Diket. ε etanol = 25,7
           Vetanol = 0
           ε etanol dalam campuran =  ×
                                                    = 0
c)      Gliserol (Percobaan I)
Diket. ε gliserol = 42, 5
           Vgliserol = 4
           ε gliserol dalam campuran = 42,5 ×  = 17
2.      Kadar Asam Oksalat (Percobaan I)
Dik. V NaOH           = 20 ml
        M NaOH           = 0,1 m
        V asam salisilat = 10 ml
Kadar Asam Oksalat = M1 . V1 = M2 . V2
                                 = 0,1 . 20 = M2 . 10
                                                2 = M2 . 10
                                   M2 =   =  0,5
3.      Tabel dan  Grafik
Percobaan
Air
Alkohol
Gliserol
ε pelarut campur
(ε air+ εetanol+ εgliserol)
M Asam salisilat
1
48.24
0
17
65.24
0.5
2
48.24
2.57
12.75
63.56
0.13
3
48.24
3.85
10.62
62,74
0.08
4
48.24
5.14
8.5
61,88
0.07


E. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah kadar jenuh solut dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solut solut atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekular yang homogeni. Bilamana suatu zat cair larut dalam zat cair lainnya maka dapat dibayangkan bahwa molekul-molekul solven memisahkan diri sedemikian rupa untuk memberikan tempat kepada molekul-molekul solut. Hal sama terjadi, untuk solut yang memasuki larutan.
Konstanta dielektrik berhubungan dengan kepolaran suatu zat yang memilki konstanta dielektrik. Zat yang memiliki konstanta dielektrik dengan nilai  tinggi merupakan zat yang bersifat polar. Sebaliknya zat konstatnta dielektrik dengan nilai yang rendah merupakan senyawa nonpolar.
Pada percobaan saat ketiga campuran yaitu air, alkohol, dan gliserol dicampur di dalam tabung reaksi dengan perbandingan alkohol dan gliserol yang bebeda-beda. Setelah dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan 1 gram asam salisilat lalu dititrasi. Setelah dititrasi, maka larutan dititrasi dengan menggunakan NaOH sebelum titrasi dilakukan larutan tersebut terlebih dulu ditambahkan indikator PP. Titrasi dilakukan sampai warna larutan berubah menjadi merah muda. Dengan begitu maka dapat ditentukan kadar dari asam salisilat.
Pada erlenmeyer dengan volume NaOH yang digunakan sebanyak 20 ml maka dengan menggunakan rumus pengenceran maka dapat detentukan kadar dari asam salisilat adalah 0,5 untuk erlenmeyer 2 sampai dengan volume NaOH 0,13 ml yang digunakan pada titrasi berturut-turut yaitu sebanyak 6 ml, 5 ml, 3 ml, 2,5 ml, 6,5 ml, dan 6 ml sedangkan kadar dari asam salisilat yaitu  0,18 M, 0,12 M, 0,1 M, 0,06 M, 0,05 M, 0,13 M, dan 0,12 M.
            Dari hasil percobaan yang dilakukan maka kadar asam salisilat dengan perbandingan antara alkohol : gliserol dengan perbandingan propilen glikol yang lebih besar maka kadar asam salisilat akan lebih besar sedangkan pada perbandingan dengan antara alkohol dan propilen gliserol dengan perbandingan alkohol yang lebih besar maka kadar dari asam salisilatnya lebih kecil dibanding dengan perbandingan antara  alkohol : propilen dengan jumlah gliserol yang lebih besar.
Konstanta dielektrik pelarut campur pada percobaan semakin besar nilainya apabila perbandingan volume antara etanol dan gliserol dimana perbandingan volume gliserol lebih besar dibanding etanol hal ini terjadi karena sifat kepolaran dari gliserol lebih besar dari pada etanol. Konstanta dielektrik adalah nisbah gaya yang bekerja antara dua muatan dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam pelarut dimana semakin besar niali konstant dielektirknya maka merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar tetapi merupakan pelarut yang buruk untuk zat-zat yang bersifat non-polar. Sebaliknya pelarut-pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat non-polar. Jadi umumnya pelarut-pelarut yang polar dapat melarutkan zat-zat yang polar dan pelarut-pelarut non-polar dapat melarutkan zat-zat yang non-polar.

F.     KESIMPULAN
Pengaruh pelarut campur tehadap kelarutan zat adalah dapat mempengaruhi polaritas pelarut, dimana pelarut polar mempunyai kostanta dielektrik yang tinggi untuk dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut, dan begitu pula sebaliknya.
  DAFTAR PUSTAKA
Ansar,dkk. 2006. Pengaruh Temperatur dan Kelembaban Udara Terhadap Kelarutan Tablet effervescent. Majalah Farmasi Indonesia. Vol. 17. No. 2. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Martin, A. 1990. Farmasi Fisik. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Agoes Goswin. 2009. Kelarutan dan Peningkatan Kelarutan Obat. http://pharmaedu.blogspot.com

 Sukmawati, Anita. Erindyah R.W .2005. Peningkatan Kelarutan Penta-gamavunon-1 melalui Pembentukan Kompleks dengan Polivinilpirolidon. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. Vol. 6. No. 2. Hal: 127 – 137.


Tianti, Ellies , Annas Binarjo dan Tedjo Yuwono. 2005. Ketersediaan hayati dispersi padat furosemid dengan polietilenglikol 4000 (PEG 4000) pada kelinci jantan. Majalah Farmasi Indonesia. Vol. 16. No. 2. Yogyakarta.


 LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I
PERCOBAAN I
KELARUTAN INSTRINSIK OBAT
OLEH
NAMA                      : INTAN NUR CAHYANI
NIM                          : F1F1 12103
KELAS                     : C
KELOMPOK          : V
ASISTEN                 : SYAHDAM HAMIDI
LABORATORIUM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2 0 1 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar