KELARUTAN INSTRINSIK OBAT
A. TUJUAN
Memperkenalkan konsep dan proses opendukung
sistem kelarutan obat dan menemukan para meter kelarutan zat.
B. LANDASAN TEORI
Kelarutan didefinisikan dalam besaran
kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi
spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersinmolekuler homogen. Kelarutan suatu senyawa
bergantung pada sifat fiska dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung
pada faktor teempertur, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil
bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Kelarutan obat sebagian besar
disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh dipol momennya. Pelarut
polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air
bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan
senyawa polihidroksi yang lain. Kelarutan zat juga bergantung pada gambaran
struktur seperti perbandingan gugus polar terhadap gugus nonpolar dari molekul.
Apabila panjang rantai nonpolar dari alkohol alifatik bertambah, kelarutan
seyawa tersebut dalam air akan berkurang. Rantai lurus alkohol monohidroksi,
aldehida, keton, dan asam yang mengandung lebih dari 4 atau 5 karbon, tidak
dapat memasuki struktur ikatan hidrogen dari air dan oleh karena itu hanya
larut sedikit. Apabila ada gugus polar tambahan dalam molekul, seperti pada
propilena glikol, gliserin, dan asam tartrat, kelarutan dalam air naik banyak
(Martin,1990).
Masalah yang hampir selalu
dihadapi dalam merancang dan mengembangkan sediaan adalah masalah kelarutan
obat. Teori tentang kelarutan merupakan konversi dari suatu keadaan menuju
keadaan lain, dan melibatkan fenomena kesetimbangan.Dalam bermacam sistem
farmasi, aplikasi dari model ini digunakan untuk memperkirakan kelarutan dan
menyederhanakann pengembangan formulasi, sesuatu yagn tidak selalu mudah
apalagi untuk sediaan parenteral (Agoes).
Menurut Farmakope Indonesia
IV, kelarutan terutama dimaksudkan terutama sebagai informasi dalam penggunaan,
pengolahan dan peracikan suatu bahan, kecuali apabila disebutkan khusus dalam
judul tersendiri dan disertai cara ujinya secara kuantitatif (Anonim,1990).
Kelarutan suatu zat sangat
dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik
zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada
struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu
molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat
tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk
membentuk ikatan hidrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat
(Sukmawati, 2005).
Obat-obat yang kelarutannya sangat kecil sering
banyak menimbulkan masalah pada proses absorpsinya setelah obat diberikan,
karena obat dapat diabsorpsi oleh tubuh bila sudah dalam bentuk terdistribusi
secara molekular di tempat proses absorpsi berlangsung. Upaya mengatasinya
antara lain dapat dilakukan melalui peningkatan kecepatan disolusinya. Sangat
rendahnya fraksi obat yang terabsorpsi tersebut merupakan akibat dari
kelarutannya yang sangat kecil. Ada tiga parameter yang sering digunakan untuk
mengevaluasi ketersediaan hayati obat, yaitu: AUC, tmaks dan Cp maks. Ketiga
parameter ini dapat memberikan gambaran mengenai jumlah dan kecepatan obat yang
terabsorpsi ke sirkulasi sistemik (Tianti,
2005).
Pengaruh
temperatur dan kelembaban udara terhadap kelarutan yaitu semakin tinggi suhu
maka harga konstanta laju kelarutan juga meningkat. Hal yang sama juga terjadi
pada variasi RH, semkin tinggi Variasi RH maka harga konstanta laju kelarutan
juga meningkat (Ansar, 2006).
C. ALAT DAN BAHAN
1.
Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini, yaitu :
·
Buret
25 ml
·
Statif
& klem
·
Erlenmeyer
250 ml
·
Tabung
reaksi
·
Corong
·
Pipet
ukur 10 ml
·
Timbangan
·
Filler
·
Pipet
tetes
·
Spatula
2.
Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu:
§
Air
§
Gliserol
§
Alkohol
§
NaOH
§
Indikator pp
D. Prosedur Kerja
-
Dimasukkan dalam tabung reaksi
-
Ditambahkan Asam Salisilat 1 gr
-
Dikocok selama 30 menit
-
Disaring
Asam salisilat yang larut
|
-
dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N dan indicator
fenolfalein
- di ulangi untuk tabung 2 sampai
tabung 7
konsentrasi asam
salisilat tabung 1 = 0,18 M
konsentrasi asam
salisilat tabung 2 = 0,12 M
konsentrasi asam
salisilat tabung 3 = 0,1 M
konsentrasi asam
salisilat tabung 4 = 0,06 M
konsentrasi asam
salisilat tabung 5 = 0,05 M
konsentrasi asam
salisilat tabung 6 = 0,13M
konsentrasi asam
salisilat tabung 7 = 0,12 M
E. Hasil Pengamatan
Percobaan
|
Volume Pelarut
|
Volume NaOH
|
||
Air
|
Alkohol
|
Gliserol
|
||
1
|
6
|
0
|
4
|
20 ml
|
2
|
6
|
1
|
3
|
13 ml
|
3
|
6
|
2,5
|
2,5
|
8 ml
|
4
|
6
|
2
|
2
|
7 ml
|
v Perhitungan
1.
Konstanta Dielektrik
a)
Air (percobaan I)
Diket. ε air = 80,4
Vair =
6 ml
ε
air dalam campuran = 80,4 ×
=
48, 24
b)
Alkohol (percobaan I)
Diket. ε etanol = 25,7
Vetanol
= 0
ε etanol dalam campuran = ×
= 0
c)
Gliserol (Percobaan
I)
Diket. ε gliserol = 42, 5
Vgliserol
= 4
ε gliserol
dalam campuran = 42,5 × = 17
2.
Kadar Asam Oksalat
(Percobaan I)
Dik. V NaOH
= 20 ml
M NaOH = 0,1 m
V asam salisilat = 10 ml
Kadar Asam Oksalat = M1 . V1 = M2
. V2
= 0,1 . 20 = M2 . 10
2
= M2 . 10
M2
= = 0,5
3.
Tabel dan Grafik
Percobaan
|
Air
|
Alkohol
|
Gliserol
|
ε pelarut campur
(ε air+ εetanol+ εgliserol)
|
M Asam salisilat
|
1
|
48.24
|
0
|
17
|
65.24
|
0.5
|
2
|
48.24
|
2.57
|
12.75
|
63.56
|
0.13
|
3
|
48.24
|
3.85
|
10.62
|
62,74
|
0.08
|
4
|
48.24
|
5.14
|
8.5
|
61,88
|
0.07
|
E. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah kadar jenuh solut dalam
sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi spontan
satu atau lebih solut solut atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi
molekular yang homogeni. Bilamana suatu zat cair larut dalam zat cair lainnya
maka dapat dibayangkan bahwa molekul-molekul solven memisahkan diri sedemikian
rupa untuk memberikan tempat kepada molekul-molekul solut. Hal sama terjadi,
untuk solut yang memasuki larutan.
Konstanta dielektrik berhubungan dengan
kepolaran suatu zat yang memilki konstanta dielektrik. Zat yang memiliki
konstanta dielektrik dengan nilai tinggi
merupakan zat yang bersifat polar. Sebaliknya zat konstatnta dielektrik dengan
nilai yang rendah merupakan senyawa nonpolar.
Pada percobaan saat ketiga campuran yaitu
air, alkohol, dan gliserol dicampur di dalam tabung reaksi dengan perbandingan
alkohol dan gliserol yang bebeda-beda. Setelah dimasukkan ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan dengan 1 gram asam salisilat lalu dititrasi.
Setelah dititrasi, maka larutan dititrasi dengan menggunakan NaOH sebelum
titrasi dilakukan larutan tersebut terlebih dulu ditambahkan indikator PP.
Titrasi dilakukan sampai warna larutan berubah menjadi merah muda. Dengan
begitu maka dapat ditentukan kadar dari asam salisilat.
Pada erlenmeyer dengan volume NaOH yang
digunakan sebanyak 20 ml maka dengan menggunakan rumus pengenceran
maka dapat detentukan kadar dari asam salisilat adalah 0,5 untuk erlenmeyer 2
sampai dengan volume NaOH 0,13 ml yang digunakan pada titrasi berturut-turut
yaitu sebanyak 6 ml, 5 ml, 3 ml, 2,5 ml, 6,5 ml, dan 6 ml sedangkan kadar dari
asam salisilat yaitu 0,18 M, 0,12 M, 0,1
M, 0,06 M, 0,05 M, 0,13 M, dan 0,12 M.
Dari hasil percobaan yang dilakukan maka
kadar asam salisilat dengan perbandingan antara alkohol : gliserol dengan
perbandingan propilen glikol yang lebih besar maka kadar asam salisilat akan
lebih besar sedangkan pada perbandingan dengan antara alkohol dan propilen gliserol
dengan perbandingan alkohol yang lebih besar maka kadar dari asam salisilatnya
lebih kecil dibanding dengan perbandingan antara alkohol : propilen dengan jumlah gliserol yang
lebih besar.
Konstanta dielektrik pelarut campur pada
percobaan semakin besar nilainya apabila perbandingan volume antara etanol dan gliserol
dimana perbandingan volume gliserol lebih besar dibanding etanol hal ini
terjadi karena sifat kepolaran dari gliserol lebih besar dari pada etanol.
Konstanta dielektrik adalah nisbah gaya yang bekerja antara dua muatan dalam
ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam pelarut dimana
semakin besar niali konstant dielektirknya maka merupakan pelarut yang baik
untuk zat-zat yang bersifat polar tetapi merupakan pelarut yang buruk untuk
zat-zat yang bersifat non-polar. Sebaliknya pelarut-pelarut yang mempunyai
tetapan dielektrik rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang
bersifat non-polar. Jadi umumnya pelarut-pelarut yang polar dapat melarutkan
zat-zat yang polar dan pelarut-pelarut non-polar dapat melarutkan zat-zat yang
non-polar.
F.
KESIMPULAN
Pengaruh pelarut campur tehadap kelarutan zat
adalah dapat mempengaruhi polaritas pelarut, dimana pelarut polar mempunyai
kostanta dielektrik yang tinggi untuk dapat melarutkan zat-zat non polar sukar
larut, dan begitu pula sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ansar,dkk. 2006. Pengaruh
Temperatur dan Kelembaban Udara Terhadap Kelarutan Tablet effervescent. Majalah
Farmasi Indonesia. Vol. 17. No. 2. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Anonim, 1995, Farmakope
Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Martin,
A. 1990. Farmasi Fisik. Universitas
Indonesia Press. Jakarta
Sukmawati, Anita. Erindyah R.W .2005.
Peningkatan Kelarutan Penta-gamavunon-1 melalui Pembentukan Kompleks dengan
Polivinilpirolidon. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. Vol. 6. No. 2. Hal: 127 – 137.
Tianti, Ellies , Annas Binarjo dan Tedjo Yuwono. 2005. Ketersediaan
hayati dispersi padat furosemid dengan polietilenglikol 4000 (PEG 4000) pada
kelinci jantan. Majalah
Farmasi Indonesia. Vol. 16. No. 2. Yogyakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I
KELARUTAN
INSTRINSIK OBAT
OLEH
NAMA : INTAN NUR CAHYANI
NIM :
F1F1 12103
KELAS : C
KELOMPOK : V
ASISTEN : SYAHDAM
HAMIDI
LABORATORIUM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2
0 1 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar