Powered By Blogger

Jumat, 10 Mei 2013

KINETIKA REAKSI KIMIA


KINETIKA REAKSI KIMIA

A.      Tujuan
          Untuk mempelajari kinetika suatu reaksi kimia dan menentukan waktu kadarluwarsa obat.
B.       Landasan Teori
Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) naik dengan kenaikan suhu reaksi (rata-rata kenaikannya ±2 kali dari nilai awal), hal ini sesuai dengan teori Arrhenius bahwa kenaikan suhu akan menaikan nilai konstanta kecepatan reaksi, di mana kenaikan 10°C suhu reaksi menaikan konstanta kecepatan reaksi sebanyak ±2 kali dari nilai awal (Khairat, 2003).
Laju atau kecepatan suatu  reaksi di berikan sebagai  ±  . Artinya terjadi penambahan (+) atau pengurangan (-) konsentrasi C dalam selang waktu dt. Menurut hukum aksi massa, laju suatu reaksi kimia sebanding dengan hasil kali dari konsentrasi molar reatan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zat yang ikut serta dalam reaksi. Dalam reaksi k adalah konstanta laju. Laju berkurangnya masing-masing komponen reaksi diberikan dalam bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi. Orde reaksi dari hukum aksi massa, suatu garis lurus didapat bila laju reaksi diplot sebagai fungsi dari konsentrai reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu (Martin et al,  1993).    
Dalam kinetika reaksi yang dipelajari adalah laju reaksi kimia dan energi yang berhubungan dengan proses tersebut, serta mekanisme berlangsungnya proses tersebut. Mekanisme reaksi adalah serangkaian tahap reaksi yang terjadi secara berturutan selama proses pengubahan reaktan menjadi produk.  Kecepatam reaksi digunakan untuk melukiskan kelajuan perubahan kimia yang terjadi (Sastrohamidjojo, 2001).
Salah satu contoh yang dipengaruhi oleh laju reaksi adalah perkaratan pada besi.Sesungguhnya karat hanyalah sebagian dari produk akibat proses korosi. Fontana, mendefinisikan korosi sebagai fenomena kerusakan material yang diakibatkan oleh adanya reaksi kimia antara material tersebut dengan lingkungan yang tidak mendukung. Definisi material yang dimaksud disini tidak hanya reaksi anoda diindikasikan dengan naiknya bilangan valensi dan terjadinya produksi elektron. Reaksi katoda diindikasikan dengan terjadinya konsumsi elektron sehingga menyebabkan penurunan jumlah elektron. Hal ini merupakan prinsip utama korosi yang dapat dituliskan “Ketika suatu logam terjadi korosi maka laju oksidasi akan sama dengan laju reduksi” (Ashadi dkk, 2002).
Orde reaksi adalah jumlah pangkat konsentrasi dalam bentuk diferensial. Secara teoritis orde reaksi merupakan bilangan bulat kecil, namun dalam beberapa hal pecahan atau nol. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak lama dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi. Reaksi Orde Nol. Suatu reaksi disebut orde ke nol terhadap suatu pereaksi jika laju reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi tersebut. Jika [A] adalah konsentrasi dan [A]0 adalah konsentrasi pada saat t = 0. Reaksi Orde Satu, reaksi Orde dua (Prayitno, 2007).
C.    Alat dan Bahan
1.      Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini, yaitu:
·         Gegep 10 buah
·         Tabung reaksi 10 buah
·         Gelas kimia 1000 ml
·         Gelas kimia 50 ml
·         Pipet ukur
·         Filler
·         Timbangan analitik
·         Waterbath
·         Pipet tetes
·         Spektronik 20
2.      Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu:
·         Asetosal
·         Alkohol 96%
·         Akuades
·         FeCl3 1 %

D.      Prosedur Kerja
Asetosal 0,02 gram
 


-          Ditimbang
-          Dilarutkan dalam 1,5 ml alkohol
-          Diencerkan dalam 100 ml air
-          Dimasukkan masing-masing 10 ml larutan dalam 10 tabung reaksi
Larutan yang telah didinginkan
 
 -          Dipanaskan pada suhu 40˚C
-          Didinginkan
-          Ditambahkan 1 pipet larutan FeCl3 1%
-          Dikocok
-          Ditentukan panjang gelombangnya
-          Diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 525
-          Dihitung Co dan Co-C
-          Ditentukan orde reaksinya
-          Diulangi prosedur kerja diatas untuk suhu 50˚ C

Hasil Pengamatan ?
E.       Hasil Pengamatan
1.    Tabel hasil pengamatan
NO
WAKTU PADA SUHU
HASIL ABSORBANSI
1.
2.
3.
4.
5.
5 menit pada suhu 400C
10 menit pada suhu 400C
15 menit pada suhu 400C
20 menit pada suhu 400C
25 menit pada suhu 400C
0,248 A
0,282 A
0,285 A
0,336 A
1,313 A
1.
2.
3.
4.
5.
5 menit pada suhu 500C
10 menit pada suhu 500C
15 menit pada suhu 500C
20 menit pada suhu 500C
25 menit pada suhu 500C
0,342 A
0,410 A
0,488 A
0,480 A
0,648 A
 2.    Perhitungan
a.         Dimasukkan absorbansinya y pada persamaan y = 0,9x + 0,005 sehingga nilai X dapat diketahui.
NO.
WAKTU PADA SUHU
ABSORBANSI (Y)
NILAI (X)
1.
2.
3.
4.
5.
5 menit pada suhu 400C
10 menit pada suhu 400C
15 menit pada suhu 400C
20 menit pada suhu 400C
25 menit pada suhu 400C
0,248 A
0,282 A
0,285 A
0,336 A
0,313 A
0,242
0,276
0,279
0,330
0,307
1.
2.
3.
4.
5.
5 menit pada suhu 500C
10 menit pada suhu 500C
15 menit pada suhu 500C
20 menit pada suhu 500C
25 menit pada suhu 500C
0,342 A
0,410 A
0,488 A
0,480 A
0,648 A
0,336
0,404
0,482
0,474
0,642
 b.        Dihitung C dan C0 – C dengan mengikat molekul ekivalennya.
Ø  Mencari nilai C0
Dik    : berat molekul Asetosal (C9H8O4) = 280,16 g/mol
Dit     : nilai C0 = .....?
Peny  : mol C9H8O4  = 
=
=  0,00011
M C9H8O4 =  
 = 
Jadi, nilai C0 = 0,0011 mol/L

Ø  Mencari nilai C
C = C0 – X = konsentrasi mula-mula – Jumlah yang terurai
Pada waktu (t).
NO.
WAKTU PADA SUHU
HASIL (Absorbansi)
C0 (mol/L)
Nilai X
C (mol/L)
1.
2.
3.
4.
5.
5 menit pada suhu 400C
10 menit pada suhu 400C
15 menit pada suhu 400C
20 menit pada suhu 400C
25 menit pada suhu 400C
0,248 A
0,282 A
0,285 A
0,336 A
1,313 A
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
0,242
0,276
0,279
0,330
0,307
-0,2409
-0,2749
-0,2779
-0,3289
-0,3059
1.
2.
3.
4.
5
5 menit pada suhu 500C
10 menit pada suhu 500C
15 menit pada suhu 500C
20 menit pada suhu 500C
25 menit pada suhu 500C
0,342 A
0,410 A
0,488 A
0,480 A
0,648 A
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
0,336
0,404
0,482
0,474
0,642
-0,3349
-0,4029
-0,4809
-0,4729
-0,6409

 Ø  Mencari nilai C0 – C
NO.
WAKTU PADA SUHU
HASIL (Absorbansi)
C0 (mol/L)
C (mol/L)
C0 – C
1.
2.
3.
4.
5.
5 menit pada suhu 400C
10 menit pada suhu 400C
15 menit pada suhu 400C
20 menit pada suhu 400C
25 menit pada suhu 400C
0,440 A
0,446 A
0,477 A
0,294 A
1,625 A
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
-0,2409
-0,2749
-0,2779
-0,3289
-0,3059
0,242
0,276
0,279
0,33
0,307
1.
2.
3.
4.
5
5 menit pada suhu 500C
10 menit pada suhu 500C
15 menit pada suhu 500C
20 menit pada suhu 500C
25 menit pada suhu 500C
0,445 A
0,581 A
0,647 A
0,702 A
0,679 A
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
-0,3349
-0,4029
-0,4809
-0,4729
-0,6409
0,336
0,404
0,482
0,474
0,642
 c.     Dimasukkan hasil perhitungan pada persamaan hasil reaksi orde I atau II dan ditentukan peruraian asetosal mengikuti orde I atau II.
Orde II
K =
NO.
WAKTU PADA SUHU
HASIL (Absorbansi)
C0 (mol/L)
C (mol/L)
K
1.
2.
3.
4.
5.
5 menit pada suhu 400C
10 menit pada suhu 400C
15 menit pada suhu 400C
20 menit pada suhu 400C
25 menit pada suhu 400C
0,440 A
0,446 A
0,477 A
0,294 A
1,625 A
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
-0,2409
-0,2749
-0,2779
-0,3289
-0,3059
-3,04414
-1,52124
-1,01384
-0,76005
-0,60823
1.
2.
3.
4.
5
5 menit pada suhu 500C
10 menit pada suhu 500C
15 menit pada suhu 500C
20 menit pada suhu 500C
25 menit pada suhu 500C
0,445 A
0,581 A
0,647 A
0,702 A
0,679 A
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
0,0011
-0,3349
-0,4029
-0,4809
-0,4729
-0,6409
-3,04025
-1,51925
-1,
-0,75933
-0,60710


B. Grafik



F.       PEMBAHASAN
Dalam kinetika kimia yang dipelajari adalah laju reaksi kimia dan energi yang berhubungan dengan proses tersebut, serta mekanisme berlangsungnya proses tersebut. Mekanisme reaksi adalah serangkaian tahap reaksi yang terjadi secara berturutan selama proses pengubahan reaktan menjadi produk. Perubahan kimia atau reaksi kimia berkaitan erat dengan waktu. Kinetika kimia menjelaskan hubungan antara perubahan konsentrasi reaktan atau produk sebagai fungsi waktu.
Kinetika reaksi kimia merupakan bidang ilmu yang mempelajari laju reaksi kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Laju reaksi atau kecepatan reaksi tersebut merupakan perubahan konsentrasi reaktan terhadap waktu. Laju reaksi maupun perubahan konsentrasi tidak dapat hanya dengan diramalkan atau ditentukan dari persamaan reaksi keseluruhan, akan tetapi harus melalui eksperimen atau percobaan.
Pada percobaan ini, sampel yang hendak diketahui konstanta laju reaksi serta pengaruh lama pemanasan terhadap laju reaksinya adalah asetosal. Larutan asetosal masing-masing dipipet 10 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang kemudian di panaskan dalam air pada suhu 400C dan suhu 50˚C.
Setelah lima menit pertama, tabung pertama diangkat dan segera didinginkan. Pendinginan dilakukan agar reaksinya berhenti dan dapat diukur absorbansi atau nilai serapannya. Hal yang sama dilakukan pada tabung lainnya masing-masing dengan selang waktu lima menit. Selang waktu tertentu mengakibatkan perbedaan lama waktu pemanasan pada masing-masing waktu. Perbedaan lama waktu tersebut dibuat untuk mengetahui pengaruh lama  waktu pemanasan terhadap laju reaksi masing-masing asetosal pada tabung yang berbeda.
Selanjutnya, masing-masing tabung ditambahkan dengan larutan FeCl3 dengan tujuan agar larutan dapat berwarna. Dalam percobaan larutan asetosal berubah warna menjadi ungu. Perubahan warna tersebut dipengaruhi oleh terbentuknya senyawa kompleks karena terikatnya atom Fe pada atom O pada salah satu gugus pada asetosal secara kordinasi, sehingga membentuk senyawa kompleks dimana atom F sebagai atom pusat yang menerima pasangan elektron bebas dari atom O sebagai ligannya.
Perubahan warna tersebut diperlukan agar larutan asetosal dapat diukur nilai serapan atau absorbansinya pada alat spektrofotometer. Secara sederhana, prinsip kerja spektrofotometer ialah dengan memancarkan sinar tampak yang kemudian melewati suatu larutan dan diserap oleh larutan yang dilewati sehingga serapannya tersebut yang dikatakan sebagai absorbansi. Namun, sinar tampak tersebut hanya dapat melewati larutan berwarna, sehingga untuk larutan yang tidak berwarna perlu diwarnakan terlebih dahulu. Pewarnaan larutan tersebut dilakukan dengan penambahan beberapa tetes larutan FeCl3 yang dapat memberi warna ungu pada larutan.
Percobaan pada saat sampel dimasukkan dan dibaca dengan alat Spektronik 20 yaitu dimana alat ini mengukur daya serap dari sampel. Pada saat sampel dimasukkan ke dalam Spektronik 20 daya serap dari setiap sampel berbeda-beda dengan menggunakan panjang gelombang 525 nm dan beda lama pemanasan selama 5 menit dimana hasil dari pengukuran  pada temperatur 40oC adalah 0,248; 0,282; 0,285; 0,336 dan 0,313. Temperatur 50oC  adalah 0,342; 0,410; 0,488; 0,480 dan 0,648. Dari hasil pengukuran ini dapat dikatakan bahwa semakin lama pemanasan maka daya serap dari sampel akan semakin meningkat sedangkan pada saat temperatur dinaikkan maka daya serapnya akan mengalami penurunan.
Pada penentuan nilai dari k dengan membandingkan pemanasan pada suhu 40oC, dan 50oC serta perbedaan lama pemanasan. Dari data hasil percobaan didapatkan nilai k untuk suhu 40oC adalah -3,07262; -1,52435; -1,01413; - 0,75929 dan -0,60801. Pada suhu 50oC nilai k adalah -3,03924; -1,51928; -1,01241; -0,75933 dan -0,60710.
Dari hasil percobaan, maka semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula harga k yang diperoleh, kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira dua tiap kenaikan 10oC. Pertambahan nilai k pada suhu yang semakin meningkat ini terjadi karena molekul-molekul harus bertumbukan dengan energi yang cukup agar bereaksi sehingga semakin tinggi temperatur, akan lebih banyak tumbukan yang terjadi per satuan waktu karena meningkatkan energi tumbukan: laju energi tumbukan ~ temperatur.  Sedangkan semakin lama waktu reaksi maka harga k semakin berkurang hal ini menunjukkan reaksi dalam kondisi mendekati kesetimbangan.
G.    Kesimpulan
Dari percoban yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Semakin lama suatu larutan dipanaskan, maka semakin rendah nilai absorbansi atau konsentrasinya, dan semakin rendah konsentrasi suatu larutan, maka laju reaksinya juga semakin rendah. Semakin panas suhu yang diberikan pada suatu obat maka waktu kadaluarsa obat semakin cepat sehingga untuk menyimpan obat sebaiknya di tempat sejuk atau terhindar dari kontak langsung dengan matahari.
 



DAFTAR PUSTAKA
Ashadi, Henky. W,dkk. 2002. Pengaruh Unsur-Unsur Kimia Korosif Terhadap Laju Korosi Tulangan Beton : II. Di Dalam Lumpur Rawa, Makara Teknologi. Vol 6, No. 2, Hal. 71-72.

Khairat, Syamsu Herman. 2003. Kinetika Reaksi Hidrolisis Minyak Sawit dengan Katalisator  Asam Klorida. Jurnal. Universitas Riau. Pekanbaru.


Prayitno. 2007. Kajian Kinetika Kimia Model Matematik Reduksi Kadmium Melalui Laju Reaksi, Konstante Dan Orde Reaksi Dalam Proses Elektrokimia. GANENDRA. Vol. X. No. 1.


LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I
PERCOBAAN I
KINETIKA REAKSI KIMIA

OLEH
NAMA                 : INTAN NUR CAHYANI
NIM                      : F1F1 12103
KELAS                : C
KELOMPOK      : V
ASISTEN             : HARJUN SANTRI SYAHPUTRA S., S.Si
LABORATORIUM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2 0 1 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar